Pesisir Batubara
![]() |
Thaufik dan abang pesisir dengan santainya mengemudikan sampan. |
Sampan kecil ini membawa kami memecah ombak laut yang airnya bewarna coklat seperti sungai kali brantas di tempatku berasal, tak lama kemudian kulihat mercusuar yang berentetan menyamping semakin menjauh. Selama di perjalanan aku selalu mengambil foto dan banyak hal yang mengejutkan yang belum pernah aku alami, mereka para nelayan mengacungkan ibu jari saat aku ambil gambarnya"bukankah ini begitu mengagumkan" gumanku dalam hati.
Tak lama akhirnya kamipun sampai di pantai yang tidak terlalu bersih dengan air lautnya yang selalu terlihat kecoklatan. Bersamaan itu ada segerombolan wisatawan yang menggunakan perahu yang lebih besar juga berhenti di pantai ini, kulihat mereka adalah orang jawa yang sedang berlibur karena ku kenal dengan bahasa yang mereka gunakan tidak asing lagi di telingaku.
Dengan berhati-hati ku turun dari kapal dan aku pegang dengan mantap kameraku. Ku langsung berjalan menuju mercusuar yang sudah terlihat jelas di depan mataku. Mercusuar ini saling menyambung dengan jarak kurang lebih satu sampai dua km, dan hanya terbuat dari beton dan berukuran tidak terlalu besar. Saya kira mercusuar ini berguna untuk menghalangi perahu besar agar tidak mendekati perairan sini karena lautnya yang dangkal. Saya pernah pergi kesalah satu pabrik yang berada didekat laut, mereka membangun dermaga yang panjang sekitar satu km menjorok kelaut untuk sandaran kapal barang yang berukuran besar.
![]() |
Para wisatawan biasa menyewa perahu untuk keliling sekedar melihat mercusuar, mereka adalah para wisatawan etnis jawa yang biasa dekenal dengan sebuutan pujakusuma (putra jawa kelahiran sumatera). |
![]() |
My first mercusuar hanya itu yang bisa aku tulis. |
![]() |
Seorang pemuda etnis jawa berdiri di atas mercusuar ketika air laut surut, saat pasang permukaan air laut akan menutupi tempat pemuda ini berdiri sekarang. |
![]() |
Kaki mercusuar yang dipenuhi oleh karang, empat pemuda ini berpose denagn memeluk tiang saat kameraku kubidikkan ke arah meraka. |
Untuk pertamakali dalam hidup saya bisa melihat bangunan mercusuar ini dan kuliahat 4 orang pemuda sedang petengkelan di atas. Saya kira mereka pemuda setempat tapi setelah mendengar mereka bicara mereka sama juga denganku para wisatawan yang hanya sekedar menikmati pantai ini dan juga lari dari semua kejenuhan rutinitas yang monoton.
Pantai ini banyak sekali di tumbuhi pohon bakau dan tiba-tiba mataku tertuju "banyak sekali orang yang menggunakan pakain serba coklat" gumanku dalam hati. Ternyata mereka para anak-anak yang sedang mengikuti kegiatan pramuka. Mereka sepertinya dari satu sekolah yang sama karena terlihat dari tingkatannya terlihat anak yang masih SD hingga SMA.
Saat saya sedang asik jepret-jepret lensa saya tunjukkan ke gadis kecil dan kelihatanyya mereka asli penduduk sini, tak lama teman-temannya datang untuk minta di foto "wah dalam hatiku kesempatan untuk bisa berinteraksi dengan penduduk lokal" entah berapa kali lensaku ku bidikkan mereka, aku sendiripun menyempatkan berfoto dengan mereka.
Jujur walaupun pantai ini kurang terlalu indah tapi ku sangat menikmati suasananya. Bahkan aku berlari sekencang mungkin dan sejauh mungkin sebisaku karena ingin melepaskan semuanya, semua beban mental yang telah ku simpan dari diriku yang paling dalam.
Dua Wanita yang memakai burqa bewarna hitam gelap menjadi perhatianku sejak pertama kali di dermaga, ketika mereka juga menaiki sampan terlebih dulu. Wanita ini beserta suaminya sepertinya sedang bertamasya menikmati ke indahan pantai. Satu lagi wanita yang lebih kecil juga menggunakan burqa yang sama mungkin itu adalah anak mereka. Sebenarnya aku ingin sekali mengambil gambar mereka tapi aku harus minta izin, karena setahu foto adalah hal yang tabu bagi penganut Syariat islam yang lebih keras.
Thaufik meminta kamera dariku dan mau mengambil foto para anak pramuka tak jauh dari tempat wanita berbuqa itu, sayapun juga ikut dan mencoba untuk terlibat kegiatan anak-anak pramuka ini. Semua wanita pramuka ini menggunakan kerudung dan berpenampilan sopan. Matahari sudah lewat dari ubun-ubun bukannya ini waktunya untuk sholat dzuhur. Saya tersenyum kecil dan sedikit terharu melihat para anak-anak pramuka sudah menyusun barisan dan mengeluarkan mukena meraka dan bersiap untuk menghadap sang Khalik.
![]() |
Seorang anak pramuka yang melirik kerah kameraku, mereka berteduh di bawah rindangnya pohon disaat siang yang cukup terik. |
![]() |
Bukankah menyenangkan membuat sebuah kenangan dengan mereka. |
![]() |
Mereka melaksanakan sholat dzuhur di bwah rimbunnya pohon di pinggir pantai dan membuatku terpukau. |
![]() |
Hangatnya kebersamaan di pantai, mereka adalah team yang paling dewasa dari pada yang lainnya. |
![]() |
Jepretan untuk sebuah kenangan walaupun kuterlihat sangat kumal tapi ini menyenangkan. |
![]() |
Empat gadis pramuka berjalan di pantai, mereka menggunakan bahasa yang sama sekali tidak aku mengerti. |
![]() |
Setiap langkah akan meninggalkan jejak yang terhapus begitu saja oleh ombak hingga tak berbekas. |
Air laut terlihat sudah mulai pasang bukannya ini adalah waktunya untuk kembali " fik gimana abang itu kok belum jempu-jemput kita? ini jam berapa" tanyaku, " udah masih setengah jam lagi" sembari menengok jam tangannya. Sayapun mengiyakannya walaupun dalam hati agak was-was karena kretaku kuparkirkan begitu saja di dermaga. Kamipun habiskan waktu hanya untuk jepret-jepret anak lokal setempat dan melihat beberapa orang yang sedang sibuk mencari kerang di pasir yang berlumpur.
Jujur perasaanku semakin tak karuan abang yang tadi mengantarkan kami dengan sampannya tak kunjung datang menjemput kami, padahal waktu yang ditentukan telah lewat. Air laut semakin tinggi hingga pantai yang tadi jauh dari bibir pantai sekarang sudah hampir tak terlihat tergenang gelombang pasang dan semua orang bersiap untuk pulang. Perasaan resahku tambah menjadi-jadi sudah satu jam lebih kami menunggu dari batas waktu dan tak kunjung datang. "bodohnya aku kenapa haru kesini dan kenapa aku mengiyakan tadi untuk menyebrang, cerobohnya aku gak minta nomer hp abang itu gimana nasib keretaku apakah udah di bawa lari orang, apakah ini nasibku" ku hanya bisa mengumpat kesal dalam hati.
Kami memutuskan untuk kembali ke dermaga tadi dengan perahu nelayan lain. "Pak-pak Kami mau balik ke dermaga" teriakku " Tadi dengan siapa kemari?" kata bapak itu sambil mendorong perahunya menjahui pantai, " Gak tau Pak dia gak jemput-jemput kami" kataku berharap, "oh maaf Saya gak bisa tunggu aja yang ngantar kalian tadi". Langsung deh jantung gue udah makin dag dig dug tak karuan lagi.
Ku duduk diam sedang sithaufik tetep enjoy jempret-jempret entah jempret apa ku udah gak peduli lagi, ku hanya bisa meneratapi nasib bodoh ini. Tak lama kulihat dari kejauhan perahu yang tadi mengantar kami terlihat mulai mendekat kulihat betul-betul dan ku pastikan apakah itu kapal yang mengangkut kamu tadi, tapi kenapa abang itu terlihat lebih hitam ahh gak peduli lagi aku langsung lambai-lambaikan tangan agar abang itu menuju ke arahku. " Hi fik itu kapal kita cepat kau kemari" teriakku, ternyata ini bukan abang yang tadi melainkan orang lain tapi kapalnya sama dengan yang dipakai abang itu tadi. Dengan tergopoh-gopoh melawan air pasang yang sudah lebih dari selutut kami langsung naik ke sampan. Angin kencang dan ombak membuat sampan kecil ini benar-benar gak stabil tarayun-ayun ombak. " Wah gawat kita nabrak sampan orang, wak abang tadi mana kok lama sekali?" tanyaku " iya tadi udah kemari tapi kapalnya rusak jadi balik lagi dan suruh bapak yang jemput kalian" jawabnya. "syukurlah masih mau jemput" gumanku dalam hati.
![]() |
Para anak-anak melayu pesisir mereka adalah penduduk lokal yang biasa datang untuk bermain di pantai. |
![]() |
Seorang anak perempuan melayu pesisir yang merupakan suku asli kabupaten Batubara. |
Perjalanan kembali ke dermaga cukup menyenangkan banyak nelayan yang lalu lalang dengan sampan-sampan mereka. Kulihat mercusuar yang tadi terlihat jelas makin mengecil dan mulai menghilang dari pandangan. Wajahku yang tadi suram berubah ceria apalagi dengan nelayan yang selalu memberiku jempol setiap kali aku mengambil gambar mereka. Dan tak lama kami sudah sampai ke dermaga kecil ini, pasang membuat jarak permukaan air laut dengan dermaga lebih dekat, jauh berbeda waktu kami berangkat harus menuruni anak tangga baru bisa menaiki sampan.
![]() |
Menjadi nelayan merupakan mayoritas matapencaharian bagi para penduduk asli suku melayu pesisir. |
Kamipun mencari masjid untuk segera menunaikan sholat dzuhur walaupun jam sudah menunjukkan jam 3 sore. Usai sholat kami singgah ke pajak ikan dan ku coba menawar kerang karena katanya jauh lebih murah beli disini bahkan dengan uang 50 ribu bisa bawa kerang segoni. "Bah! mahal sekali kenapa harganya sama seperti di siantar" kuterkejut, ku pikir bisa dapet setengah harga dari kota tinggalku sekarang. "Ah pergi ajalah dari pada membeli semahal ini" ku tancap gas keretaku menuju kampung nelayan yang dulu pernah ku singgahi.
"Fik apa kita gak salahnya?, kok jalannya berbeton gini?" tanyaku bingung " enggak mas" jawabnya singkat, " tapi kok jalannya beton gini" tanyaku balik lagi" udah terus jalan aja" jawab thaufik. Kami terus jalan saja dan tiba-tibaku hentikan kereta, "fik ada apa itu kok rame-rame?" tanyaku, "wah gak tau mas", ada seorang ibu-ibu yang menggendong anaknya kebetulan lewat dan kutanya " Buk itu ada apa ya kok rame-rame gitu", "oh! itu ada orang lagi gado (berantem)" jawabnya sambil meninggakan kami begitu saja. "Wah balik aja ya kita fik?", "terserah" jawabnya singkat. Kamipun akhirnya berbalik, akupun kecewa kampung ini sudah berubah tidak seperti pertama kali aku datang kemari, saat pertama kali jalannya masih berupa panggung yang memanjang sampai ke sungai dan banyak anak-anak nelayan yang berkerumun melihat kami berdua. Sekarang hal itu tidak kulihat lagi dan kamipun melanjutkan perjalan lagi menuju pasir putih yang tidak terlalu jauh dari sini sekitar 4 km dari sini.
Ciaat, " bang-bang kemari bang" teriak seorang anak muda setempat, " udah kemari aja bang "teriak bapak-bapak sebelah, wah-wah kami jadi rebutan sepertinya. Anak muda itu gak terima dengan bapak-bapak yang mencoba membujuk kami, dan merakapun terlibat cekcok. Udahlah kami putuskan untuk bayar tiket milik pemuda-pemuda ini ajalah jangan gara-gara uang sepuluh ribu jadi saling berantam. Pasir di pantai ini memang benar-benar putih bersih sesuai dengan namanya, cukup indah dan menyenangkan bila telanjang kaki disini.
Banyak gubuk-gubuk kecil dan dipenuhi muda-mudi yang sedang asik berdua-duan entah apa yang mereka lakukan tidak terlalu menarik perhatianku. Angin sepoi-sepoi dibawah pohon bakau begitu sejuknya di tambah gemuruh ombak yang sahut-sahutan membuat hatiku damai. pantai disini juga sama dengan yang di tanjung tiram berwarna coklat bahkan di waktu pantai surut air lautnya begitu berlumpur kental, seperti lumpur di sawah yang selesai dibajak.
"Heh si kembar sama siapa kemari" kata seorang ibu-ibu penjual warung di pinggir pantai, " si kembar siapa ya" tanyaku dalam hati. Wah ku lihat dua anak perempuan kecil yang berwajah mirip, sungguh manis. Kedua saudari kembar ini benar-benar menarik perhatianku penuh. Akupun mencoba untuk mendekati mereka dan mengambil beberapa gambar mereka, tapi sayang temannya yang lebih dewasa agak cuek denganku, "yah namanya anak-anak" umpatku dalam hati. Saudara kembar ini berbicara dengan bahasa yang sungguh tidak aku kanal hanya temannya yang lebih dewasalah yang bisa berbicara bahasa indonesia yang dari tadi sibuk menggendong adiknya yang masih balita.
![]() |
Suasana di pantai pasir putih batu bara. |
![]() |
Koleksi kayu yang terbawa ombak pantai, pemilik warung bilang harga dari driftwood ini bisa mencapai puluhan juta rupiah. |
![]() |
Langit biru dan hijaunya pohon bakau betapa serasinya untuk di pandang. |
![]() |
Dua saudari kembar berlari di pasir yang begitu putih seperti kapas yang memanjakan kaki setiap pengunjungnya. |
![]() |
Twin angel from melayu pesisir. |
![]() |
Tawa lepas mereka selalu membuatku ingin kembali ke pantai pasir putih. |
Seorang Bapak-bapak menegor kami " kalian dari mana?", "oh kami dari siantar Pak". Sayapun bercerita-cerita dengan bapak itu, ia menceritakan tentang hiasan kayu yang dia dapat dari pinggir pantai yang harganya bisa puluhan juta, dan mencoba menawarkan kepada ku. Sejujurnya ku gak tertarik dengan hal itu hehehe, yaa jadi pendengar yang baik ajalah. bapak ini juga bercerita bahwa di seberang sana ada pulau-pulau yang tak berpenghuni yang masih eksotis, untuk kesana harus menyewa perahu sendiri dan itupun tidak murah ongkosnya diatas 1 jutaan, "wah mahal yaa!" gumanku.
Di sini banyak muda-mudi yang menghabiskan hari liburnya, dan beberapa sibuk seperti kami menjepret-jepret sambil bergaya narsis. Aku hanya tetap tertarik dengan kedua saudari kembar ini, kalau bisa ingin sekali ku adopsi aja, wahahaha habis lucu-lucu sekali. Dan di waktu kami beranjak pulang mereka berpesan untuk besok kembali lagi, dengan tanpa dosa aku mengiyakannya. Betapa lucunya mereka selalu ingin membuatku kembali my little twin angel from melayu pesisir....
serunya... btw Kapan nih ke Banda aceh?
ReplyDeletesalam
www.liza-fathia.com
wahh terimaksih banyak telah mampir, saya masih newbe jadi mohon bantuannya..., insyak Allah pertengan January udah bisa ke Banda Aceh.
DeleteSalut buat maas fatih, motret nya uda jago ya..
ReplyDeleteMasih blajar Bang dan perlu banyak belajar dari para senior kayak abang
Delete